Moestopo (Beragama)

Salahsatu nama universitas yang cukup unik di Jakarta adalah Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama), banyak orang yang bertanya-tanya apa maksud atau alasan penggunaan kata “(Beragama)” termasuk saya sendiri ikut penasaran ketika pertama kali melihat plang universitas tersebut di Jalan Hang Lekir Jakarta Selatan. Sementara beberapa Universitas lain lazim saja menggunakan tambahan nama agama langsung seperti Islam, Kristen dan Katolik universitas ini malah tampil berbeda dengan penggunaan kata (Beragama), sehingga ada juga yang jadinya malah bertanya agama apa?

Ketika ditanyakan pada beberapa orang atau alumnus universitas tersebut ada berbagai cerita yang beredar mengenai asal-usul kata (Beragama), yang pernah saya dengar antara lain:

Teori 1: Dahulu terdapat dua orang tokoh bernama Moestopo satunya komunis dan satunya lagi bukan komunis, nah Moestopo yang bukan komunis inilah yang menjadi pendiri Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama), agar tidak tertukar dengan Moestopo yang komunis maka ia menambahkan kata (Beragama) pada nama universitas yang didirikannya.

Teori 2: Pasca pemberontakan PKI 1965, gerakan anti PKI meluas dan didorong kuat oleh pemerintah Orde Baru yang baru mulai berkuasa saat itu jadilah Moestopo merasa perlu menegaskan bahwa Universitas yang didirikannya tidak terkait komunis.

Pencarian pada internet dan beberapa buku, untuk teori 1 saya tidak berhasil menemukan tokoh bernama Moestopo yang termasuk dalam tokoh PKI. Yang saya berhasil temukan adalah kaitan antara Moestopo dengan Soemarsono, Soemarsono merupakan tokoh PKI Illegal yang menjadi pimpinan koalisi pemuda Surabaya ketika bertempur melawan sekutu dengan puncaknya pada Peristiwa 10 November 1945. Setelah dipecat Perdana Menteri Mohammad Hatta ketika berpangkat bintang dua, Soemarsono ditugasi Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo) menjadi Ketua Badan Kongres Pemuda Madiun yang akhirnya terlibat pada peristiwa Madiun dimana terjadi pemberontakan PKI pimpinan Musso pada tahun 1948. Menurut Soemarsono ketika diwawancarai Majalah Tempo, Moestopo adalah kawan seperjuangannya dari Surabaya tetapi ketika Moestopo yang sudah berpangkat kolonel di Divisi Siliwangi Moestopo mendapat perintah untuk menangkap Soemarsono, sehingga Moestopo menemui dirinya sambil menangis.

Teori 2 dirasa cukup masuk akal karena pada periode 60-an memang terdapat beberapa kampus yang dianggap komunis atau terkait komunis dan pasca peristiwa Gerakan 30 September kampus-kampus tersebut bernasib naas dibubarkan oleh Pemerintah Orde Baru. PKI sendiri pernah mendirikan sebuah akademi yang bernama Akademi Ilmu Sosial Ali Archam di daerah Tebet, diambil dari nama salahsatu tokoh PKI yang diasingkan ke Boven Digoel oleh Pemerintah Hindia Belanda. Selain itu ada Universitas Baperki yang berganti nama menjadi Universitas Res Publica pada tahun 1962. Onghokkham menulis pada buku Kronik Revolusi Indonesia ketika berkunjung ke perpustakaan Museum Pusat di Jalan Merdeka Barat No 12 ia menemui beberapa mahasiswa-mahasiswi Universitas Res Publica yang sedang tekun mengumpulkan arsip koran lama yang terbit pada permulaan abad XX karena mendapat tugas dari dosen sejarah mereka yang bernama Pramoedya Ananta Toer. Tetapi setelah dibubarkan Universitas Res Publica dibuka kembali oleh Pemerintah Orde Baru dengan nama dan kepengurusan baru yaitu Universitas Trisakti di Jakarta dan Universitas Surabaya di Surabaya.

Pada situs Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama), saya mendapati keterangan bahwa ketika dibuka pada tahun 1957 masih berupa kursus dengan nama “Kursus Tukang Gigi Intelek” yang kemudian diubah namanya menjadi “Dental College Dr. Moestopo” pada tahun 1958. pada tahun 1960 statusnya berhasil ditingkatkan dan terjadi penggantian nama menjadi “Perguruan Tinggi Swasta Dental College dr. Moestopo” . Pada tahun 1961 kembali terjadi penggantian nama menjadi Universitas Prof. Dr. Moestopo. Tidak terdapat keterangan di sana mengenai kapan dan mengapa terjadi penambahan kata “(Beragama)”.

Tak disangka ketika kembali memasukkan beberapa variasi kata kunci saya mendapatkan hasil yang lebih akurat mengenai asal-usul kata “(Beragama)” di majalah internal Universitas Prof.Dr.Moestopo edisi Agustus-September 2010. Pada artikel yang ditulis Panggih Sundoro di halaman 29 disebutkan sebagai berikut:

Sesungguhnya, keputusan penambahan kata ”Beragama” ini ditentukan sendiri oleh pendiri perguruan tinggi ini, Mayor Jendral Prof. Dr. Moestopo tahun 1962. Tujuannya tidak lain untuk membedakan dengan universitas atau perguruan tinggi lainnya. Kata (Beragama) juga kemudian menjadi ciri khas keberadaan UPDM(B). Kata beragama memiliki makna mendalam dilihat dalam konteks kehidupan politik awal tahun 1960-an. Pada waktu itu, kekuatan Partai Komunis Indonesia (PKI) sangat besar dan selalu mengembangkan pengaruhnya kepada segala lapisan masyarakat dan tak luput dunia perguruan tinggi.

Teori 1 dan 2 tadi sudah tepat pada hal penambahan kata “(Beragama)” terkait masalah komunis atau PKI tetapi kurang tepat masalah alasan. Teori 2 bertentangan waktu terjadinya penambahan kata “(Beragama)” dengan tulisan Panggih Sundoro tadi, benar terkait penegasannya tetapi berbeda era pemerintahan yaitu Orde Lama dan Orde Baru.

Panggih Sundoro menyebutkan penambahan terjadi pada tahun 1962 masa dimana Orde Lama masih berkuasa dan PKI masih berpengaruh kuat. Tahun dimana Era Demokrasi Terpimpin (1959-1965) masih berlangsung, pada era yang sama Konsep Nasakom (Nasionalisme, Agama dan Komunisme) yang dicetuskan Sukarno populer dan digalakkan pemerintah, serupa dengan P-4 (Pedoman, Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) pada masa Orde Baru. Pada masa Orde Baru sampai sekarang istilah Nasakom  di kalangan mahasiswa diplesetkan menjadi “Nasib Satu Koma”, ledekan terhadap mahasiswa/mahasiswi dengan indeks prestasi dibawah 2,0.

Sedangkan mengenai dr.Moestopo sendiri ketika menelusuri dunia maya saya menemukan pembahasan oleh Santi Jehan Nanda mengenai dokumen yang dibuat dr. Moestopo pada tahun 1984 dengan judul “History dari Barisan Penggempur Terate”. Dimana Barisan Penggempur Terate yang dibentuk  dr.Moestopo terdiri dari bekas pelacur, bekas pencopet , bekas narapidana dan berbagai laskar dengan strategi uniknya dapat menjadi kekuatan penting dalam perjuangan revolusi kemerdekaan Indonesia.

Rujukan:
Andreas Harsono – Kolom Dahlan Iskan soal Soemarsono
Tempointeraktif – Soemarsono: Kami Tidak Memberontak
Google Books – Kronik Revolusi Indonesia
Marxist.org – Aliarcham Sedikit Tentang Riwayat dan Perjuangannya
Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama) – Tentang Kami
Usmanyatim.wordpress.com – Moestopo Edisi Agustus-September 2010
Santi J.N. – Perjuangan Eks-Pelacur dalam Revolusi Kemerdekaan

Tautan:

1 Respons